Jumat, 10 Desember 2010

Menggapai Kebahagiaan Hakiki


Oleh: Ayi Rudiana
               
                Kebahagiaan adalah hal yang sangat didambakan oleh semua orang dalam kehidupannya, termasuk kita. Karena sudah hal yang pasti tidak ada satupun dari kita mengharap kegelisahan, kesedihan ataupun penderitaan dalam hidup kita. Sehingga apabila kebahagiaan itu diibaratkan seperti bahan bakar minyak (BBM), maka antrian pembeliannya akan lebih panjang disbanding dengan antrian orang yang ingin membeli BBM itu sendiri. Atau andaikan kebahagiaan itu bisa diperoleh dari perlombaan-perlombaan pencarian bakat seperti API, KDI, Indonesia Mencari Bakat ataupun yang lainnya seperti yang sering ramai muncul di TV akhir-akhir ini, pasti antrian pesertanya akan lebih berjubel daripada antrian orang yang ingin ikut acara tersebut.

                Namun yang menjadi permasalahan, kebahagiaan seperti apa yang kita harapkan? Apa hakikat kebahagiaan itu? Apakah kebahagiaan itu hanya bisa diartikan dengan terhindarnya kita dari penderitaan hidup? Ataukah kebahagiaan itu hanya diartikan mendapat kesuksesan hidup semata? sperti memiliki kekayaan, menjadi pejabat terhormat, ataukah menjadi artis top selevel Madona, Michael Jackson bahkan populernya melebihi grup music Rolling Stone, apa itu hakikaht kebahagiaan bagi kita?


                Pada dasarnya semua hal yang disebutkan di atas sejatinya bukanlah hakikat kebahagiaan hidup. Memang benar terhindar dari penderitaan ataupun semacamnya bisa membuat kita bahagia. Akan tetapi bukan sumber kebahagiaan  hidup. Karena masih ada orang yang mampu memahami penderitaan itu sebagai ujian dari Allah Subhanahu wata’ala, Begitu juga dengan kekayaan, jabatan, ataupun popularitas pada dasarnya bukan hakikat dari kebahagiaan hidup. Sebab banyak orang yang kaya justru hidupnya lebih menderita daripada orang yang tidak punya apa-apa. Hidupnya tergantung pada obat kerena komflikasi penyakit, tidurnya sering tidak nyenyak karena terus memikirkan bisnisnya yang flutuaktif bahkan untuk makan pun harus digram demi menghindari bertambah berat penyakitnya itu.

                Namun ironisnya kebanyakan kita justru beranggapan bahwa sumber kebahagiaan hidup itu dari harta yang melimpah, jabatan yang tinggi, dan popularitas yang melambung. Sehingga jangan heran jika banyak orang yang berani meninggalkan ibadah kepada Allah Subhanahu wata’ala demi pekerjaan, banyak orang orang yang menjadikan saudaranya sebagai alas kaki supaya jabatannya naik ataupun banyak orang yang sanggup menggadaikan kehormatannya demi menjadi artis top. Kelihatan dada tidak masalah, kelihatan paha tidak apa-apa berzinapun hal yang lumrah, yang penting AKU bisa ngetop. Persis seperti artis-artis ABG sekarang padahal kebanyakan mereka ummat Islam. 

                Dalam hal ini perlu adanya kebijakan kita dalam memahami kebahagiaan hidup. Jangan sampai kita menjadi bagian dari ironi tersebut. Karena jauh-jauh hari Al-Qur’an telah menggambarkan kepada kita tentang kebahagiaan sejati itu seperti apa. Bahkan dengan kesempurnaanya, Al-Qur’an menunjukan cara-cara memperoleh kebahagiaan yang betul-betul menjamin kita bisa bahagia di dunia dan akhirat sesuai dengan do’a yang sering mewarnai shalat kita:
                “Ya tuhan kami berilah kami di dunia dan akhirat kebaikan serta jauhkanlah kami dari siksa api neraka”       
      
                Secara ekplisit Al-Qur’an menjelaskan bahwa hakikat kebahagiaan itu adalah mendapatkan kebaikan di sisi Allah Subhanahu wata’ala baik di dunia maupun di akhirat nanti. Dan sumber kebahagiaan ini adalah iman yang terjaga dari segala hal yang dapat membiaskan warnanya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala.

                “Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediaakan surge-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rizki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya”. (Q.S Al-Baqoroh 2:25).

                Kemudian kalau muncul pertanyaan, apa betul keimanan itu bisa melahirkan kebahagiaan hidup?
                Ketahuilah, bahwa kebahagiaan seseorang itu adalah perasaan yang bersemayam dalam hati dan ia sangat dipengaruhi dengan apa yang mendominasi hatinya itu. Pertama, kalaulah hati didominasi dengan perasaan cinta kepada Allah Subhanahu wata’ala (Iman). Maka yang menjadi ukuran bahagia atau tidaknya itu adalah keimanan. Sedangkan kecenderungan dari iman adalah menyerahkan segala urusan itu pada sang Khalik. Sehingga apapun yang menimpa pada pemilik iman akan direspon positif olehnya karena ia mempunyai pendiriaan bahwa itu adalah hal yang terbaik dari Allah Subhanahu wata’ala baginya. Kedua, kalaulah hatinya itu didominasi dengan nafsu maka yang menjadi ukuran bahagia atau tidaknya itu adalah nafsu. Sedangkan kecenderungan dari nafsu adalah keinginan tanpa batas. Sehingga sebesar apapun kenikmatan yang diperolehnya dari sang Khalik tidak akan membuatnya bahagia. Begitu pula sekecil apapun cobaan dari sang Khalik akan membuatnya sangat menderita.

                Atas hal itu, maka orang yang beriman akan lebih mudah mendapatkan kebahagiaan hidup baik di dunia ataupun di akhirat disbanding dengan orang yang mengandalkan nafsu untuk mendapat kebahagiaanya.

                Dengan demikian sepatutnta kita orang yang memiliki keimanan menjaga keimanan itu tetap subur dalam hati kita untuk mengarungi bahtera kehidupan ini dengan penuh kebahagiaan yang hakiki (bersumber dari Allah Subhanahu wata’ala). Wallahu ‘alam bissawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar